Cari Blog Ini
Senin, 02 Januari 2012
Cermin yang Terlupakan
Pada suatu ketika, sepasang suami istri, katakanlah nama mereka Smith,
mengadakan 'garage sale' untuk menjual barang-barang bekas yang tidak
mereka butuhkan lagi. Suami istri ini sudah setengah baya, dan anak-anak
mereka telah meninggalkan rumah untuk hidup mandiri.
Sekarang waktunya untuk membenahi rumah, dan menjual barang-barang yang
tidak dibutuhkan lagi.
Saat mengumpulkan barang-barang yang akan dijual, mereka menemukan
benda-benda yang sudah sedemikian lama tersimpan di gudang. Salah satu di
antaranya adalah sebuah cermin yang mereka dapatkan sebagai hadiah
pernikahan mereka, dua puluh tahun yang lampau.
Sejak pertama kali diperoleh, cermin itu sama sekali tidak pernah
digunakan. Bingkainya yang berwarna biru aqua membuat cermin itu tampak
buruk, dan tidak cocok untuk diletakkan di ruangan mana pun di rumah
mereka. Namun karena tidak ingin menyakiti orang yang menghadiahkannya,
cermin itu tidak mereka kembalikan. Demikianlah, cermin itu teronggok di
loteng. Setelah dua puluh tahun berlalu, mereka berpikir orang yang
memberikannya tentu sudah lupa dengan cermin itu. Maka mereka
mengeluarkannya dari gudang, dan meletakkannya bersama dengan barang lain
untuk dijual keesokan hari.
Garage sale mereka ternyata mendapat banyak peminat. Halaman rumah mereka
penuh oleh orang-orang yang datang untuk melihat barang bekas yang mereka
jual. Satu per satu barang bekas itu mulai terjual. Perabot rumah tangga,
buku-buku, pakaian, alat berkebun, mainan anak-anak, bahkan radio tua yang
sudah tidak berfungsi pun masih ada yang membeli.
Seorang lelaki menghampiri Mrs. Smith.
"Berapa harga cermin itu?" katanya sambil menunjuk cermin tak terpakai
tadi. Mrs. Smith tercengang.
"Wah, saya sendiri tidak berharap akan menjual cermin itu. Apakah Anda
sungguh ingin membelinya?" katanya.
"Ya, tentu saja. Kondisinya masih sangat bagus." jawab pria itu. Mrs. Smith
tidak tahu berapa harga yang pantas untuk cermin jelek itu. Meskipun sangat
mulus, namun baginya cermin itu tetaplah jelek dan tidak berharga.
Setelah berpikir sejenak, Mrs. Smith berkata, "Hmm .... anda bisa membeli
cermin itu untuk satu dolar."
Dengan wajah berseri-seri, pria tadi mengeluarkan dompetnya, menarik
selembar uang satu dolar dan memberikannya kepada Mrs. Smith.
"Terima kasih," kata Mrs. Smith, "Sekarang cermin itu jadi milik Anda.
Apakah perlu dibungkus?"
"Oh, jika boleh, saya ingin memeriksanya sebelum saya bawa pulang." jawab
si pembeli.
Mrs. Smith memberikan ijinnya, dan pria itu bergegas mengambil cerminnya
dan meletakkannya di atas meja di depan Mrs. Smith. Dia mulai mengupas
pinggiran bingkai cermin itu. Dengan satu tarikan dia melepaskan lapisan
pelindungnya dan muncullah warna keemasan dari baliknya.
Bingkai cermin itu ternyata bercat emas yang sangat indah, dan warna biru
aqua yang selama ini menutupinya hanyalah warna dari lapisan pelindung
bingkai itu!
"Ya, tepat seperti yang saya duga! Terima kasih!" sorak pria itu dengan
gembira. Mrs. Smith tidak bisa berkata-kata menyaksikan cermin indah itu
dibawa pergi oleh pemilik barunya, untuk mendapatkan tempat yang lebih
pantas daripada loteng rumah yang sempit dan berdebu.
Kisah ini menggambarkan bagaimana kita melihat hidup kita. Terkadang kita
merasa hidup kita membosankan, tidak seindah yang kita inginkan. Kita
melihat hidup kita berupa rangkaian rutinitas yang harus kita jalani. Bangun
pagi, pergi bekerja, pulang sore, tidur, bangun pagi, pegi bekerja, pulang
sore, tidur. Itu saja yang kita jalani setiap hari.
Sama halnya dengan Mr. dan Mrs. Smith yang hanya melihat plastik pelapis
dari bingkai cermin mereka, sehingga mereka merasa cermin itu jelek dan
tidak cocok digantung di dinding. Padahal dibalik lapisan itu, ada warna
emas yang indah.
Padahal di balik rutinitas hidup kita, ada banyak hal yang dapat memperkaya
hidup kita.
Setiap saat yang kita lewati, hanya bisa kita alami satu kali seumur hidup
kita. Setiap detik yang kita jalani, hanya berlaku satu kali dalam hidup
kita. Setiap detik adalah pemberian baru dari Tuhan untuk kita.
Akankah kita menyia-nyiakannya dengan terpaku pada rutinitas?
Akankah kita membiarkan waktu berlalu dengan merasa hidup kita tidak
seperti yang kita inginkan?
Setelah dua puluh tahun, dan setelah terlambat, barulah Mrs. Smith
menyadari nilai sesungguhnya dari cermin tersebut. Inginkah kita menyadari
keindahan hidup kita setelah segalanya terlambat? Tentu tidak.
Sebab itu, marilah kita mulai mengikis pandangan kita bahwa hidup hanyalah
rutinitas belaka. Mari kita mulai mengelupas rutinitas tersebut dan
menemukan nilai sesungguhnya dari hidup kita.
Marilah kita mulai menjelajah hidup kita, menemukan hal-hal baru, belajar
lebih banyak, mengenal orang lebih baik.
Mari kita melakukan sesuatu yang baru.
Mari kita membuat perbedaan!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar